Sabtu, 27 Desember 2008

P2P file sharing

Saya tergelitik untuk menulis tentang P2P karena ternyata seorang teman yang sudah lama berkecimpung di dunia komputerpun tak mengerti dengan baik apa itu BitTorrent.

Jika Anda sedang men-download sebuah file dari internet, itu berarti Anda memberi perintah pada sebuah server untuk mengirimkan sebuah file ke komputer Anda. Komputer server tersebut kemudian mengirimkan file yang diminta melalui internet. Ini yang disebut web file sharing.
Jika pada saat yang bersamaan ada banyak orang yang meminta file tersebut, bisa saja server itu kewalahan dan akhirnya menolak beberapa permintaan. Ini biasa terjadi untuk file berukuran besar dan populer sementara jalur internet untuk server itu belum cukup besar.
Belum lagi ketersediaan file tersebut benar-benar bergantung pada server tsb dan pihak yang memilikinya. Jika server tsb mati, seluruh dunia tidak bisa lagi mendownload file itu.

Beberapa tahun yang lalu mungkin Anda pernah mendengar kata "Napster" untuk mendownload musik secara gratis. Napster (saat itu) merupakan salah satu layanan peer-to-peer file sharing yang terkenal, dimana file yang didownload tidak hanya berada di satu tempat saja. Server pusat hanya digunakan untuk menyimpan data file mana ada di komputer mana. Pada awalnya memang hanya satu komputer saja yang menyediakannya, lalu beberapa orang men-downloadnya dan kemudian ikut menyediakan file tersebut untuk di-download siapa saja. Kuncinya adalah setelah seseorang mendownload file, ia dianjurkan untuk ikut menyediakan file itu untuk di-download lagi oleh orang lain. Dengan demikian jika ada orang lain yang hendak mendownload file yang sama, orang kedua ini bisa saja mengambil dari beberapa sumber sekaligus, dan bahkan bisa memilih sumber-sumber yang terdekat / tercepat saja. Sebuah file yang populer bisa saja disediakan oleh ratusan orang sekaligus. Karena file bukan lagi berada di satu server pusat melainkan berada di komputer "teman-teman" yang saling berbagi, maka metode ini disebut peer-to-peer (disingkat P2P) file sharing.
P2P menjawab masalah kurangnya infrastruktur bagi penyedia download, dimana bandwidth internet dan server yang diperlukan tidak lagi harus mampu melayani seluruh permintaan dari segala penjuru dunia. Ia hanya perlu mendistribusikan beberapa kali saja, dan perannya sebagai penyedia file diambil alih oleh orang lain.

Napster akhirnya mendapat masalah dengan para pemegang copyright musik yang didistribusikannya dan terpaksa mengubah cara kerjanya menjadi berbayar. Namun kemudian muncul berbagai program P2P sharing yang tidak lagi menggunakan server pusat, seperti Gnutella, Kazaa dan eMule. Karena tidak ada server pusat, tidak seperti Napster, maka sangat sukar menutup distribusi file ini dengan perintah pengadilan.
Saat ini bahkan muncul program torrent (BitTorrent, µTorrent, BitComet, KTorrent dan sejenisnya) dengan metode pembagian download dan pencarian penyedia file yang lebih canggih lagi, dan download dimulai dari bagian yang paling sedikit penyedianya, sementara bagian yang banyak tersedia akan didownload belakangan.
Jika program torrent digabungkan dengan internet kecepatan tinggi, men-download film kualitas DVD dalam hitungan jam menjadi hal yang tidak aneh. (Dengan cara konvensional dan modem dial-up, men-download file 1GB memerlukan waktu sekitar 48 jam atau dua hari penuh, itu juga kalau lancar dan tidak terputus ditengah jalan. Padahal 1 film bisa mencapai 3-4GB, jadi perlu seminggu non-stop)

Sayangnya, karena sering disalah-gunakan untuk berbagi musik, film atau game yang notabene tidak boleh diperbanyak, P2P sering dipandang negatif oleh pihak pemegang copyright, meskipun banyak juga penggunaan P2P sharing yang betul-betul legal. Misalnya Wikipedia DVD for school 2008/9 yang didistribusikan dengan metode torrent, karena jika menggunakan metode download konvensional, bisa dipastikan server Wikipedia akan sangat sibuk melayani permintaan download file sekian GB dari segala penjuru dunia.
Untuk memerangi para pelanggar copyright, para pemegang copyright seringkali menekan para penyedia jasa internet (ISP) untuk memblokir semua lalu-lintas P2P pelanggannya, tak peduli legal atau ilegal. Mereka juga gencar me"razia" pengguna P2P meski kadang salah sasaran (Pirate swoop 'catches' non-gamers, BBC Technology)
Bahkan di tahun 2005 HBO pernah "meracuni" P2P dengan seolah-olah turut menyediakan film terbaru untuk di-download, tetapi ternyata isinya bukan file film itu, sehingga orang-orang yang mengambil sebagian film itu darinya akan mendapat file yang rusak. Dilaporkan pula praktek ini masih dipakai berbagai pihak pemegang copyright, dan terkadang ditambah menyerang IP Address yang menyediakan file P2P dengan serangan dDOS (distributed Denial Of Service) sampai komputer itu lumpuh dan tidak dapat lagi dihubungi pihak lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar